16/03/2013

Send It to Recycle Bin

Aku masih berkutat dengan perasaan dongkol yang beberapa jam yang lalu mencekikku begitu kuat. Ya. Beberapa jam yang lalu aku melihat gadis itu lagi. Gadis yang kuanggap sebagai parasit yang telah meluluh lantakkan pohon durian hingga pohon itu tak lagi berbuah. Mungkin pohon duriannya terlalu nyaman bersama sang parasit hingga enggan untuk berbuah, meski acap kali berbunga. Ya... benar-benar sempat berbunga.

Gadis semampai itu memang cantik. Tapi entah mengapa, sejak pertama kali aku berkenalan dengannya aku merasa tidak klop dengannya. Memang seiring berjalannyaa sang waktu, hal itu terbukti. Benar terbukti karena ego ku untuk tidak mau memahami dia, gadis ABG.

Gadis itu tadi berdiri di sebelah kiriku, memegang beberapa lembar kertas, lalu membacanya dengan perasaan dongkol yang coba ia tutupi dengan komat kamit bibir sensualnya. Mimik wajahnya sangat terlihat masam. Matanya sayu memancarkan kedongkolan hati yang belum bisa erupsi. Badannya yang berdiri loyo mencerminkan amarah yang melelahkan. Aku tahu, saat itu akulah penyebab kedongkolan hatinya. Dan aku berkilah... ini impas.

"Raise yours!" katanya dengan lagak jutek.
" It's over." jawabku tak kalah jutek.

Ia pun pergi dengan kedongkolannya, kembali ke tempat pertama tadi ia berdiri. Aku tahu, dia bertambah kesal dengan sikap sengakku yang reflek muncul. Tak apa. Bagiku, ini impas. Impas, seperti dulu ia pernah membuatku dongkol dengan mengambil fireworks ku dan menghabiskannya dalam satu malam.

Aku tahu. Dongkol itu melelahkan. Dan aku bangga bisa membuat gadis itu lelah dengan kedongkolannya. Tapi, akupun terciprat...terciprat dongkolnya. Sejujurnya, aku merasa bersalah pada gadis itu. Tapi sudahlah... just send it to recycle bin.

No comments:

Post a Comment